Ekonomi
Islam adalah Fiqh Muamalah
Ekonomi
Islam adalah Fiqh Muamalah
( Berkembangnya Layanan Syari’ah)
A.
Pendahuluan
Indonesia
merupakan salah satu negara yang lamban perkembangannya ruang lingkup ekonomi islam. Beberapa tahun terakhir
ini istilah ekonomi Islam sangat marak
di Indonesia, meskipun tergolong
terlambat. Karena di negara Malaysia dan beberapa negara Timur Tengah sudah
lebih dulu dan berkembang sangat pesat. Sebagai contoh di Indonesia,
meskipun tahun 1992 telah berdiri Bank Mu'amalat Indonesia
(BMI), namun perkembangannya sangat lamban dan setelah berjalan sekitar
delapan tahun baru muncul bank syari'ah
yang lain, yang kini sudah lebih dari sepuluh buah. Namun asetnya belum
sampai 1 % dari seluruh aset perbankan Indonesia. Beberapa tahun terakhir ini perturnbuhannya sangat pesat, sekitar 45% pertahun. Lalu gemanya menjadi semakin
semarak. Berita, wacana, dan
diskusi, bahkan juga gerakan, juga semakin semarak.
Tujuan
dari ekonomi islam sendiri sebagai fiqh muamalah yaitu menciptakan kegiatan
ekonomi yang mempunyai prinsip-prinsip syari’ah. Ekonomi
Islam sendiri diantaranya mencakup sistem perbankan
Islam/syari'ah dan asuransi
Islam/takaful yang harus mengakui ciri-cirinya berbeda dengan ekonomi
konvensional atau juga disebut
dengan sekular. Ekonomi Islam sebagai hasil dari fiqh muamalah akan
memberikan metode tersendiri dalam pelaksanaanya sehingga dengan mudah kita dapat membedakan
mana kegiatan ekonomi islam dan mana kegiatan ekonomi konvensional.
Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai pengertian fiqh muamalah sendiri secara umum,
pembagian fiqh muamalah dalam arti luas , nasib dari fiqh muamalah. Pembahasan
mengenai ekonomi Islam, perbedaan secara umum dengan ekonomi konvensional, dan ekonomi islam sendiri adalah fiqh
muamalah. Dengan semua pembahasan tersebut nantinya akan memberikan pemahaman
yang jelas bahwa Ekonomi Islam adalah
Fiqh Muamalah.
B. Pembahasan
(1)
Pengertian Fiqh Muamalah
Berbicara
mengenai fiqh sebagai produk berarti ada
proses untuk menuju produk akhir tersebut
yaitu ijtihad. Dalam
intinya, ada dua proses yang dapat
kita lihat yaitu :
(a) Upaya
memahami secara langsung terhadap nashsh
(teks) atau wahyu yakni Al-Qur'an dan
Sunnah/Hadist Nabi ini berarti
sangat didominasi oleh proses berpikir dengan metode
deduktif dari nashsh tersebut,
dan masih ada perdebatan secara panjang lebar apakah
nashsh tertentu itu harus dipahami secara tekstual atau kontekstual. Di sinilah ilmu ushul al-fiqh dipelajari secara detail dan panjang lebar.
(b) Upaya menemukan hukum Islam
terhadap hal-hal yang tidak ditunjuk langsung oleh nashsh, atau tidak dapat
ditemukan nashsh-nya di dalam wahyu Allah.
Ini di bahas panjang lebar,
termasuk dalam topik pembahasan al-ijtihad fi-ma
la nashsh fih ( ijtihad untuk kasus-kasus yang tidak ditemukan dalil nashsh ).[1]
Fiqh mu'amalah merupakan bagian atau cabang dari bagian-bagian materi
pernbahasan fiqh. Prof. Dr. Hasbi Ash-Shiddieqy
menyebutnya kelompok, di mana pembagian yang ia
ikuti ada sembilan antara lain :
1. fiqh
ibadah
2. fiqh keluaga
3. fiqh mu'amalah
4. fiqh siyasah
5. fiqh yang berkaitan dengan
keuangan negara/pemerintah,
hubunganwarga negara dan bait al-mal
6. fiqh
jinayah
7. fiqh dauliyah atau al-siyar (hukum
internasional)
8. fiqh qadha'
9. fiqh
akhlak. [2]
Secara umum Fiqh
mu'amalah mencakup hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia yang berkaitan dengan transaksi atau dalam
hal kebendaan. Meliputi jual beli, sewa
menyewa, upah, perjanjian / kontrak, perdagangan, titipan, harga, dan
sejenisnya. Namun masih saja ada yang beranggapan bahwa
fiqh muamalah hanyalah identik
dengan hukum perdagangan, atau hanya masalah hukum. Dengan
anggapan seperti ini, maka fiqh mu'amalah
menjadi terkungkung dan terjerat dengan hukum yang penuh
dengan dosa dan neraka.
(2) Pembagian Fiqh Muamalah
Penetapan pembagian fiqh muamalah yang dikemukakan
ulama sangat berkaitan dengan definisi fiqh muamalah yang mereka buat. Ibn
Abidin, salah seorang yang mendefinisikan fiqh muamalah dalam arti luas
membaginya menjadi lima bagian :
a.
Muawadhah
Maliyah ( Hukum
Kebendaan )
b.
Munakahat
( Hukum Perkawinan )
c.
Muhasanat ( Hukum Acara )
d.
Amanat
dan Aryah ( Pinjaman )
e. Tirkah ( Harta Peninggalan )
Pada pembagian
diatas, ada dua bagian yang merupakan disiplin ilmu tersendiri, yaitu munakahat dan tirkah. Hal itu bisa dimaklumi, sebab sebagaimana penulis kemukakan
diatas, Ibn Abidin menetapkan pembagian diatas dari sudut fiqh muamalah dalam
pengertian luas. [3]
(3)
Nasib dari Fiqh Muamalah
Fiqh mu'amalah sebenarnya sudah diajarkan di Indonesia sejak kitab-kitab fiqh Islam
ada. Sebab, materi fiqh mu'amalah sudah otomatis tercakup di dalam kitab-kitab fiqh itu. Di tingkat perguruan tinggi Islam, seperti IAIN, STAIN, kemudian kini UIN Fiqh muamalah
menjadi judul materi kuliah, bahkan juga
menjadi nama jurusan
atau program studi. Namun, selama
ini hanya sebagai
pengetahuan tidak untuk dipraktekkan. Lebih dari
itu, dosen pengajarnyapun hanyamenyampaikan apa yang dia dapat dari buku-buku kuno yang sudah tidak
kontekstual.
Hampir tidak ada penelitian ke lapangan untuk meneliti praktek fiqh mu'amalah itu. Istitah-istitah modern yang ada kaitannya dengan
fiqh mu,amalah yang justru ada di dunia nyata tidak tersentuh,
seperti valas, obligasi,reksadana, dan sejenisnya. Sebagai contoh
di luar Indonesia yaitu IIIT (International Institute of Islamic Thought) di Amerika
Serikat dan beberapa universitas, telah
mengembangkan ilmu sosial Islam, termasuk ekonomi Islam. Di Malaysia, dengan
IIU (International Islamic University),
juga mengernbangkannya yang dibarengi dengan praktek lapangan.
Dan di beberapa negara di Timur Tengah,
dengan model IDB ( Islamic
Development Bank), gencar mempopulerkan
ekonomi Islam, termasuk Bank
Islam atau Bank Syari’ah.[4]
(4) Mengenai Ekonomi Islam dan Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamaalah.
Ada beberapa
elemen atau karakteristik yang melekat pada ekonomi Islam, jika
dibandingkan dengan iimu ekonomi konvensional, setidaknya mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Kebebasan
bekerja, berprestasi dan beramal. Dalam Islam, mencari rejeki adalah bebas
dan tidak ada batas jumlah yang dapat
diperoleh, kecuali aturan main dalam
proses dan penggunaannya nanti yang sudah jelas dan tegas.
2. Ethico-religious and legal frameworks. Pengharaman riba dan
sejenisnya masuk di sini sebagai operasionalisasi etika dan hukum agama. Terwujudnya legal framework menjadi tuntutan serius, sehinggaBank Sentral harus pula
mengakomodasi tuntutan perkembangan
layanan syari'ah.
3. Keadilan,
termasuk kepada buruh.
4. Ada
hak orang lain (zakat, sadaqah, infaq, dan sejenisnya). Sasaran bantuan
sosial hanyalah salah satu karakteristik, bukan inti utama dalam sebuah sistem.
5. Ada
pertanggungjawaban dunia dan akhirat.
Ekonomi Islam bukan
cabang IImu Ekonomi Sekuler. Ekonomi sekular mempunyai pengertian sebagai
berikut : “ ilmu sosial yang membahas problem
mengenai pengunaan atau pengaturan
sumberdaya yang terbatas ( alat-alat produksi) untuk memperoleh pemenuhan terbesar dan secara
maksimum dari kebutuhan manusia yung tidak terbatas”. Dari definisi tersebut
bahwa Ekonomi Konvensional atau sekular sama sekali tidak mengkaitkan studi
yang dilakukan dalam kerangka ilmu ekonomi
dengan keberadaan Tuhan, termasuk syari’ah-Nya.[5]
Ekonomi Islam diantaranya adalah perbankan syari’ah dan asuransi syariah atau
takaful. Sedikit definisi mengenai asuransi islam/takaful yaitu suatu
pengaturan pengelolaan resiko yang memiliki ketentuan syari’ah.[6]
Ekonomi
Islam adala Fiqh Muamalah, yang merupakan bagian dari
ilmu-ilmu keislaman dan berkembang pada awalnya dari tradisi keilmuan Islam.
pembahasannya tidak lepas dari fiqh atau syari'ah, yang sumber utamanya adalah Al-Qur’an dan
Hadist atausunnah Nabi. Ekonomi Islam kini menjadi sebuah altematif, atau bahkan juga jalan keluar dalam praktek sistem ekonomi dunia. Dalam pelaksanaanya mempunyai dua sasaran, yaitu muslim dan non-muslim:
Pertama, jka sasarannya muslim, maka di sini sistem ekonomi Islam khususnya perbankan
syari’ah akan dapat digunakan oleh mayoritas umat Islam dalam rangka
mengembangkan ekonomi kerakyatan versi
umat Islam, terutama
bagi umat Islam Indonesia. Dengan kata lain,
ekonomi Islam sedang memperoleh kesempatan emas dalam mengembangkan ekonomi rakyat Indonesia, yang mayoritasnya beragama Islam.[7]
Ada beberapa
alasan mengapa ekonomi Islam mempunyai
kesempatan emas untuk dikembangkan di Indonesia sekarang ini antara
lain sebagai berikut :
1. Ekonomi dan sistem
perbankan konvensional telah menunjukkan di
Indonesia, meskipun di negara lain tidak separah
kegagalan di Indonesia. Kondisi seperti
ini menuntut atau menerima penawaran secara terbuka hadirnya sistem alternatif lain yang lebih tepat untuk bangsa Indonesia, dalam hal ini ekonorni Islam.
2. Perkembangan ekonomi yang terjadi di Indonesia selama
beberapa dekade telah menjadikan gap yang semakin curam antara
si kaya yang hanya beberapa gelintir dengan masyarakat pada umumnya.
Ini berarti terjadi ketidakadilan sebuah sistem
yang diback-up penuh dan rnenjadi
monopoli penguasa waktu itu.
3. Ekonomi Islam menawarkan keterlibatan umat
dalam proses peredaran keuangan.
4. Ekonomi
Islam akan memberikan sebagian
keuntungannya kembali kepada umat,
tidak hanya kepada mereka yang mempunyai modal, tanpa harus merugikan pemodal tersebut.
5. Mengurangi ketergantungan kepada sistem konvensional,
yang dalam kenyataannya tidak mampu memberdayakan umat Islam
Indonesia dan justru telah terjadi krisis ekonomi yang sangat parah.
6. Alasan
keimanan terhadap ajaran yang
telah diberikan oleh Tuhannya, merupakan alasan paling pokok. Sebab,
dengan mengikuti sistem ini umat akan
dapat mempraktekkan ajaran Islam lebih baik.
Kedua, jika sasarannya non-Muslim, maka orientasinya harus
kompetisi dengan sistem ekonomi yang ada.Di sini, ekonomi Islam hairus sanggup
membuktikan bahwa Ekonomi Islam adalah rahmatan
lil alamin. Ini kesempatan emas bagi pelayanan dengan sistem Islam bagi bank-bank yang ada di beberapa negara yang mayoritasnya non-Muslim. Ini terbukti dengan adanya
sistem perbankan syari'ah di
HSBC, bank milik non-Muslim yang berpusat
di London, dengan nama HSBC
Syari'ah, yang beioperasi secara global.[8]
Booming
Bank Syari'ah dalam Tuntutan Kualitas Kinerja, meskipun di Indonesia layanan perbankan
syari’ah belum mencapai 1%
dibandingkan dengan perbankan konvensional,
akan tetapi perkembangan kedepan tampak sekali akan terjadi booming. Bayangkan, pada tahun 1992 baru berdiri Bank Mu'amalat satu-
satunya
bank syari’ah, sedangkan kini sudah lebih dari 10 bank syari’ah yang
perkembangannya mencapai 45% pertahun. [9]
C.
Penutup
Setelah
memaparkan rangkaian pembahasan dalam
makalah ini , kesimpulan dan saran pembahasan dapat disampaikan sebagai
berikut:
1. Kesimpulan
Ekonomi Islam adalah
Fiqh Muamalah bukan cabang dari Ekonomi Konvensional atau Sekuler. Ekonomi
Islam didalamnya mempunyai prisin-prinsip syari’ah yang didapat dari sumber
Al-Qur’an dan sunah Nabi yaitu Hadist. Sedangkan Ekonomi Konvensional sendiri
tidak mengandung prinsip Syari’ah.
2. Saran Pembahasan
Dalam pembahasan
mengenai Ekomi Islam adalah Fiqh Muamalah , kelemahannya yaitu ruang lingkup
pembahasan yang luas membuat pemaparan materi tidak bisa diuraikan secara rinci
dan mendetail sehingga pembahasan hanya meliputi ruang lingkup secara umum
saja.
D.
Daftar Pustaka
1. Buku
Azizy, A. Qodri, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2004.
Masduki, Nana, Fiqh Muamalah, Bandung,1987.
Iqbal, Muhaimin, Asuransi Umum Islam , Jakarta,Gema
Pustaka, 2005
2. Internet
http:// www.iecourse.blogspot.com//2013/05/fiqh-muamalah_23.html
[1] Ali Amin Isfandiar, M. Ag, Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah,( Prof. A.
Qodiri Azizy, Ph.D Membangun Fondasi
Ekonomi Umat) 185.
[2] Ali Amin
Isfandiar, M. Ag, Ekonomi Islam adalah
Fiqh Muamalah, ( Prof. A. Qodiri Azizy, Ph.D
Membangun Fondasi Ekonomi Umat),
186-187. ( Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar
Fiqh Muamalah ,edisi revisi ( Semarang: Pustaka Rizki Putra,1997),6-7.).
[3] Nana Masduki, Fiqh Muamalah ( diktat ),
Bandung, IAIN Sunan Gunung Djati, 1987, hlm 4.
[4] Ali Amin
Isfandiar, M. Ag, Ekonomi Islam adalah
Fiqh Muamalah, ( Prof. A. Qodiri Azizy, Ph.D
Membangun Fondasi Ekonomi Umat),177-179.
[5] Ali Amin
Isfandiar, M. Ag, Ekonomi Islam adalah
Fiqh Muamalah, ( Prof. A. Qodiri Azizy, Ph.D
Membangun Fondasi Ekonomi Umat),189-190. ( Richard G. Lipsey, Paul N.
Courant, dan Douglas D. Purvis,
Microeconomics( New York : Harper Collins College Publisher 1994) edisi VIII,
3).
[6] Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syari’ah , 65.
[7] Ali Amin
Isfandiar, M. Ag, Ekonomi Islam adalah
Fiqh Muamalah, ( Prof. A. Qodiri Azizy, Ph.D
Membangun Fondasi Ekonomi Umat),193-194.
[8] Ali Amin
Isfandiar, M. Ag, Ekonomi Islam adalah
Fiqh Muamalah, ( Prof. A. Qodiri Azizy, Ph.D
Membangun Fondasi Ekonomi Umat),194-195.
[9] Ali Amin
Isfandiar, M. Ag, Ekonomi Islam adalah
Fiqh Muamalah, ( Prof. A. Qodiri Azizy, Ph.D
Membangun Fondasi Ekonomi Umat),197-198.
No comments:
Post a Comment