Saturday, February 14, 2015

Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah



Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah


Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah
( Berkembangnya Layanan Syari’ah)
A. Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang lamban perkembangannya  ruang lingkup ekonomi islam. Beberapa  tahun terakhir  ini  istilah ekonomi Islam sangat marak di Indonesia, meskipun  tergolong terlambat. Karena di negara Malaysia dan beberapa negara Timur Tengah  sudah  lebih dulu dan berkembang sangat pesat. Sebagai contoh di Indonesia, meskipun tahun 1992  telah berdiri Bank Mu'amalat  Indonesia  (BMI), namun perkembangannya sangat lamban dan setelah berjalan sekitar delapan tahun baru muncul bank syari'ah  yang lain,  yang kini sudah  lebih dari sepuluh buah. Namun asetnya belum sampai 1 % dari seluruh aset perbankan Indonesia. Beberapa tahun terakhir  ini perturnbuhannya  sangat pesat, sekitar  45% pertahun. Lalu gemanya menjadi  semakin  semarak. Berita, wacana,  dan diskusi,  bahkan juga gerakan,  juga semakin semarak.
Tujuan dari ekonomi islam sendiri sebagai fiqh muamalah yaitu menciptakan kegiatan ekonomi yang mempunyai prinsip-prinsip syari’ah.   Ekonomi  Islam sendiri diantaranya mencakup sistem  perbankan  Islam/syari'ah  dan asuransi Islam/takaful yang harus mengakui ciri-cirinya berbeda dengan ekonomi konvensional  atau  juga disebut  dengan sekular. Ekonomi Islam sebagai hasil dari fiqh muamalah akan memberikan metode tersendiri dalam pelaksanaanya  sehingga dengan mudah kita dapat membedakan mana kegiatan ekonomi islam dan mana kegiatan ekonomi konvensional.


Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian fiqh muamalah sendiri secara umum, pembagian fiqh muamalah dalam arti luas , nasib dari fiqh muamalah. Pembahasan mengenai ekonomi Islam, perbedaan secara umum dengan ekonomi konvensional,  dan ekonomi islam sendiri adalah fiqh muamalah. Dengan semua pembahasan tersebut nantinya akan memberikan pemahaman yang jelas bahwa Ekonomi  Islam adalah Fiqh Muamalah.
B. Pembahasan
(1)    Pengertian Fiqh Muamalah
Berbicara mengenai  fiqh sebagai produk berarti ada proses untuk menuju produk akhir tersebut  yaitu  ijtihad. Dalam intinya,  ada dua proses yang dapat kita  lihat  yaitu :
(a)    Upaya memahami secara langsung terhadap  nashsh (teks) atau wahyu  yakni Al-Qur'an dan Sunnah/Hadist Nabi ini berarti  sangat  didominasi  oleh proses berpikir dengan metode deduktif  dari nashsh  tersebut,  dan masih ada  perdebatan  secara panjang  lebar apakah  nashsh tertentu itu harus dipahami secara tekstual atau kontekstual. Di sinilah  ilmu ushul al-fiqh dipelajari  secara detail dan panjang lebar. 
(b)    Upaya menemukan hukum  Islam  terhadap  hal-hal yang  tidak ditunjuk  langsung oleh nashsh, atau tidak dapat ditemukan nashsh-nya di dalam wahyu Allah.  Ini di bahas  panjang  lebar,  termasuk  dalam topik pembahasan al-ijtihad  fi-ma  la nashsh fih ( ijtihad untuk kasus-kasus  yang tidak ditemukan dalil nashsh ).[1]



Fiqh mu'amalah merupakan  bagian atau cabang dari bagian-bagian materi pernbahasan  fiqh. Prof. Dr. Hasbi Ash-Shiddieqy menyebutnya  kelompok,  di mana pembagian yang  ia  ikuti ada sembilan antara lain :
1.      fiqh ibadah
2.       fiqh keluaga
3.       fiqh mu'amalah
4.       fiqh siyasah
5.       fiqh yang berkaitan  dengan  keuangan  negara/pemerintah, hubunganwarga  negara  dan bait al-mal
6.       fiqh  jinayah
7.       fiqh dauliyah atau al-siyar  (hukum  internasional)
8.       fiqh qadha'
9.        fiqh akhlak. [2]
Secara umum Fiqh mu'amalah   mencakup  hal-hal yang berkaitan  dengan hubungan  antar sesama manusia  yang berkaitan dengan transaksi atau dalam hal  kebendaan. Meliputi jual beli, sewa menyewa, upah, perjanjian / kontrak, perdagangan, titipan, harga, dan sejenisnya. Namun masih saja ada yang beranggapan  bahwa  fiqh muamalah hanyalah  identik dengan  hukum perdagangan,  atau hanya masalah hukum. Dengan anggapan  seperti ini, maka fiqh mu'amalah menjadi  terkungkung  dan terjerat dengan hukum yang penuh dengan  dosa dan neraka.



(2)       Pembagian Fiqh Muamalah
Penetapan pembagian fiqh muamalah yang dikemukakan ulama sangat berkaitan dengan definisi fiqh muamalah yang mereka buat. Ibn Abidin, salah seorang yang mendefinisikan fiqh muamalah dalam arti luas membaginya menjadi lima bagian :
a.      Muawadhah Maliyah  ( Hukum Kebendaan )
b.      Munakahat  ( Hukum Perkawinan )
c.       Muhasanat  ( Hukum Acara )
d.      Amanat dan Aryah ( Pinjaman )
e.       Tirkah  (  Harta Peninggalan )
Pada pembagian diatas, ada dua bagian yang merupakan disiplin ilmu tersendiri, yaitu munakahat dan tirkah. Hal itu bisa dimaklumi, sebab sebagaimana penulis kemukakan diatas, Ibn Abidin menetapkan pembagian diatas dari sudut fiqh muamalah dalam pengertian luas. [3]
(3)            Nasib dari Fiqh Muamalah
Fiqh mu'amalah sebenarnya  sudah diajarkan  di Indonesia sejak kitab-kitab fiqh Islam ada. Sebab, materi fiqh mu'amalah sudah otomatis  tercakup di dalam  kitab-kitab fiqh  itu. Di  tingkat perguruan  tinggi Islam, seperti  IAIN, STAIN, kemudian kini UIN Fiqh muamalah menjadi judul materi kuliah, bahkan  juga menjadi   nama jurusan  atau program  studi. Namun,  selama  ini hanya  sebagai pengetahuan  tidak untuk dipraktekkan.  Lebih dari  itu, dosen pengajarnyapun hanyamenyampaikan apa yang dia dapat  dari buku-buku kuno yang sudah tidak kontekstual.


Hampir tidak ada penelitian  ke lapangan untuk meneliti praktek  fiqh mu'amalah  itu. Istitah-istitah  modern yang ada kaitannya  dengan  fiqh mu,amalah  yang  justru ada di dunia nyata tidak  tersentuh,  seperti valas, obligasi,reksadana, dan sejenisnya. Sebagai contoh di  luar Indonesia yaitu  IIIT  (International  Institute of Islamic Thought) di Amerika Serikat dan beberapa universitas,  telah mengembangkan  ilmu sosial Islam, termasuk  ekonomi Islam. Di Malaysia,  dengan  IIU (International  Islamic University), juga mengernbangkannya  yang dibarengi  dengan praktek  lapangan.  Dan di beberapa negara di Timur Tengah,  dengan model  IDB ( Islamic Development Bank), gencar mempopulerkan  ekonomi Islam,  termasuk Bank Islam atau Bank Syari’ah.[4]

(4)       Mengenai  Ekonomi  Islam dan Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamaalah.
Ada beberapa  elemen atau karakteristik yang melekat pada ekonomi Islam, jika dibandingkan dengan  iimu ekonomi  konvensional, setidaknya mencakup hal-hal  sebagai berikut:
1.       Kebebasan  bekerja, berprestasi  dan beramal.  Dalam Islam, mencari rejeki adalah bebas dan  tidak ada batas jumlah yang dapat diperoleh, kecuali  aturan main dalam proses dan penggunaannya nanti yang sudah jelas dan  tegas.




2.       Ethico-religious and  legal frameworks. Pengharaman riba dan sejenisnya masuk di sini sebagai   operasionalisasi etika dan hukum agama. Terwujudnya  legal framework menjadi  tuntutan serius,  sehinggaBank Sentral harus pula mengakomodasi  tuntutan perkembangan layanan syari'ah.
3.      Keadilan, termasuk  kepada  buruh.
4.      Ada hak orang  lain  (zakat, sadaqah,  infaq, dan sejenisnya). Sasaran bantuan sosial hanyalah salah satu karakteristik, bukan inti utama dalam  sebuah sistem.
5.      Ada pertanggungjawaban  dunia dan akhirat.

Ekonomi Islam bukan cabang IImu Ekonomi Sekuler. Ekonomi sekular mempunyai pengertian sebagai berikut : “ ilmu sosial yang membahas  problem mengenai pengunaan atau pengaturan  sumberdaya yang  terbatas  ( alat-alat produksi)  untuk  memperoleh pemenuhan terbesar dan secara maksimum dari kebutuhan manusia yung tidak terbatas”. Dari definisi tersebut bahwa Ekonomi Konvensional atau sekular sama sekali tidak mengkaitkan studi yang dilakukan dalam kerangka ilmu ekonomi  dengan  keberadaan Tuhan,  termasuk syari’ah-Nya.[5] Ekonomi Islam diantaranya adalah perbankan syari’ah dan asuransi syariah atau takaful. Sedikit definisi mengenai asuransi islam/takaful yaitu suatu pengaturan pengelolaan resiko yang memiliki ketentuan syari’ah.[6]

Ekonomi Islam adala Fiqh Muamalah, yang merupakan bagian  dari  ilmu-ilmu  keislaman  dan berkembang pada awalnya  dari tradisi keilmuan Islam. pembahasannya  tidak  lepas dari fiqh atau syari'ah,  yang sumber utamanya adalah Al-Qur’an dan Hadist atausunnah  Nabi. Ekonomi  Islam kini menjadi  sebuah altematif, atau bahkan  juga jalan keluar dalam praktek  sistem ekonomi  dunia. Dalam pelaksanaanya mempunyai  dua sasaran, yaitu muslim  dan non-muslim:
Pertama,  jka sasarannya  muslim, maka di sini  sistem ekonomi  Islam khususnya  perbankan  syari’ah akan dapat digunakan oleh mayoritas umat Islam dalam rangka mengembangkan ekonomi kerakyatan  versi umat  Islam,  terutama   bagi umat  Islam Indonesia. Dengan kata lain, ekonomi  Islam sedang memperoleh kesempatan  emas dalam mengembangkan ekonomi  rakyat Indonesia,  yang mayoritasnya  beragama Islam.[7]
 Ada beberapa  alasan mengapa ekonomi  Islam mempunyai kesempatan emas untuk dikembangkan di Indonesia sekarang  ini antara  lain sebagai berikut :
            1. Ekonomi  dan sistem  perbankan konvensional  telah menunjukkan        di Indonesia, meskipun di negara  lain  tidak separah  kegagalan di Indonesia. Kondisi seperti  ini menuntut atau menerima penawaran secara terbuka hadirnya  sistem alternatif  lain yang lebih tepat untuk bangsa  Indonesia, dalam hal ini ekonorni Islam.
            2.  Perkembangan ekonomi yang  terjadi di Indonesia  selama  beberapa  dekade  telah menjadikan gap yang semakin  curam antara  si kaya yang hanya beberapa gelintir dengan masyarakat  pada umumnya.  Ini berarti  terjadi ketidakadilan  sebuah sistem  yang diback-up penuh dan  rnenjadi monopoli penguasa waktu itu.

            3.  Ekonomi Islam menawarkan keterlibatan umat dalam proses peredaran keuangan.
            4.  Ekonomi  Islam akan memberikan sebagian  keuntungannya kembali kepada umat,  tidak hanya kepada mereka yang mempunyai modal,  tanpa harus merugikan pemodal tersebut.
            5.    Mengurangi ketergantungan kepada sistem konvensional, yang dalam  kenyataannya  tidak mampu memberdayakan umat  Islam  Indonesia dan  justru telah terjadi  krisis ekonomi  yang sangat parah.
            6. Alasan keimanan  terhadap  ajaran yang  telah diberikan oleh Tuhannya, merupakan alasan paling pokok. Sebab, dengan mengikuti sistem  ini umat akan dapat mempraktekkan  ajaran Islam  lebih baik.
Kedua,  jika sasarannya  non-Muslim, maka orientasinya harus kompetisi  dengan  sistem ekonomi  yang ada.Di sini, ekonomi Islam hairus sanggup membuktikan bahwa Ekonomi Islam adalah  rahmatan  lil alamin. Ini kesempatan emas bagi pelayanan dengan sistem  Islam bagi bank-bank  yang ada di beberapa negara  yang mayoritasnya non-Muslim. Ini  terbukti dengan  adanya  sistem perbankan syari'ah  di HSBC, bank milik non-Muslim yang berpusat  di London,  dengan nama HSBC Syari'ah,  yang beioperasi  secara  global.[8]

Booming Bank Syari'ah dalam Tuntutan Kualitas Kinerja, meskipun di Indonesia layanan perbankan syari’ah belum mencapai  1% dibandingkan  dengan perbankan konvensional, akan  tetapi perkembangan kedepan  tampak sekali akan  terjadi booming. Bayangkan,  pada tahun 1992 baru berdiri Bank  Mu'amalat satu-


  
satunya bank syari’ah, sedangkan  kini sudah  lebih dari 10 bank syari’ah yang perkembangannya  mencapai  45% pertahun. [9]








C.  Penutup
Setelah memaparkan rangkaian pembahasan  dalam makalah ini , kesimpulan dan saran pembahasan dapat disampaikan sebagai berikut:
1.       Kesimpulan
Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah bukan cabang dari Ekonomi Konvensional atau Sekuler. Ekonomi Islam didalamnya mempunyai prisin-prinsip syari’ah yang didapat dari sumber Al-Qur’an dan sunah Nabi yaitu Hadist. Sedangkan Ekonomi Konvensional sendiri tidak mengandung prinsip Syari’ah.
2.       Saran Pembahasan
Dalam pembahasan mengenai Ekomi Islam adalah Fiqh Muamalah , kelemahannya yaitu ruang lingkup pembahasan yang luas membuat pemaparan materi tidak bisa diuraikan secara rinci dan mendetail sehingga pembahasan hanya meliputi ruang lingkup secara umum saja.



D. Daftar Pustaka
    1. Buku
            Azizy, A. Qodri, Membangun Fondasi  Ekonomi Umat, Yogyakarta:
                        Pustaka Belajar, 2004.
            Masduki, Nana, Fiqh Muamalah, Bandung,1987.
            Iqbal, Muhaimin, Asuransi Umum Islam , Jakarta,Gema Pustaka, 2005
    2.   Internet
http:// www.iecourse.blogspot.com//2013/05/fiqh-muamalah_23.html


[1]  Ali Amin Isfandiar, M. Ag,  Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah,( Prof. A. Qodiri Azizy, Ph.D   Membangun Fondasi Ekonomi Umat) 185.
[2] Ali Amin Isfandiar, M. Ag,  Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah, ( Prof. A. Qodiri Azizy, Ph.D   Membangun Fondasi Ekonomi Umat), 186-187. ( Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah ,edisi revisi ( Semarang: Pustaka Rizki Putra,1997),6-7.).

[3]  Nana Masduki, Fiqh Muamalah ( diktat ), Bandung, IAIN Sunan Gunung Djati, 1987, hlm 4.
[4] Ali Amin Isfandiar, M. Ag,  Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah, ( Prof. A. Qodiri Azizy, Ph.D   Membangun Fondasi Ekonomi Umat),177-179.
[5] Ali Amin Isfandiar, M. Ag,  Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah, ( Prof. A. Qodiri Azizy, Ph.D   Membangun Fondasi Ekonomi Umat),189-190. ( Richard G. Lipsey, Paul N. Courant, dan  Douglas D. Purvis, Microeconomics( New York : Harper Collins College Publisher 1994) edisi VIII, 3).
[6]  Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syari’ah , 65.
[7] Ali Amin Isfandiar, M. Ag,  Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah, ( Prof. A. Qodiri Azizy, Ph.D   Membangun Fondasi Ekonomi Umat),193-194.
[8] Ali Amin Isfandiar, M. Ag,  Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah, ( Prof. A. Qodiri Azizy, Ph.D   Membangun Fondasi Ekonomi Umat),194-195.
[9] Ali Amin Isfandiar, M. Ag,  Ekonomi Islam adalah Fiqh Muamalah, ( Prof. A. Qodiri Azizy, Ph.D   Membangun Fondasi Ekonomi Umat),197-198.

No comments:

Post a Comment