Zakat
sebagai Instrumen Fiskal yang diambil oleh Negara
Makalah
AYAT
EKONOMI
TENTANG
QS. at- Taubah (9) : 103
A. Bunyi Ayat
õ‹è{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y‰|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.t“è?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgø‹n=tæ (
¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y™ öNçl°; 3 ª!$#ur ìì‹ÏJy™ íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
B. Terjemahan
Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
C.
Tafsir Ayat
Menurut Tafsir Al Qurthubi/Syaikh Imam Al Qurhubi,
ayat ini menjelaskan delapan masalah:
Pertama: Firman
Allah SWT
õ‹è{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y‰|¹ "
“ Ambillah dari sebagian harta mereka.”
Beberapa ulama mengatakan bahwa perintah ini adalaah
perintah kewajiban zakat secara umum, untuk seluruh kaum muslim, pendapat ini
disampaikan oleh Juwaibir dari Ibnu Abbas. Ulama lain menyampaikan bahwa Nabi SAW. pada saat itu mengambil sepertiga
dari harta mereka , sedaangkan kewajiban zakat tidak sebanyak itu.Pendapat ini
juga menambahkan , bahwa khitab ( titah ) dalam ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW. Zhahir ayat ini
menunjukan bahwa Nabi SAW. yang boleh mengambil zakat itu, sedangkan oraang
lain selain beliau tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, kewjiban zakat tadi
sudah tidak ada lagi sepeninggal Nabi
SAW. menghadap yang Maha Kuasa.[1]
Kedua,Firman
Allah SWT. “Dari sebagian harta mereka.”sebagian
orang arab berpendapat atau mengira bahwa harta yang dimaksud adalah berbentuk
pakaian, bennda-benda, dan barang-barang yang diperdagangkan. Mereka tidak
menyebut mata uang yang mereka miliki sebagai harta. Namun beberapa orang
lainya bahwa emas dan perak masuk dalam kategori harta tak bergerak. Ada juga
yang berpendapat bahwa harta adalah unta peliharaan dan semua hewan peliharaan
lainnya. Oleh karena itu karena harta mencakup seluruh kepemilikan seseorang
maka harus dikeluarkan sebagai zakat.[2]
Ketiga,Firman
Allah SWT. “ambilah zakat dari sebagian
harta mereka harta mereka”, menjeaskan bahwa kewajiban zakat bersifat mutlak dan tidak
terikat oleh syarat apapun, baik pada harta zakat maupun pada orang yang
diajibkan. Ayat ini sama sekali tidak menerangkan kadar harta yang diambil atau
kadar harta yang harus dikeluarkan oleh
orang yang terkena kewajiban tersebut, apakah ia harus kaya?, Atau apakah
seluruh kaum muslim diwajibkan zakat?[3]
Keempat, mengenai
zakat uang emas, jumhur ulama sepakat bahwa zakatnya diwajibkan bila telah
mencapai 20 dinar, yang nilainya setara dengan 200 dirham.
Al Hasan dan Ats – Tsauri berpendapat bahwa uang emas
tidak wajib dizakatkan kecuali mencapai jumlah 40 dinar. Namu riwayat ini
dibantah oleh riwayat Ali, yang diperkuat oleh riwayat ibnu Umar dan Aisyah yang
menyebutkan bahwa Nabi SAW. Selalu mengambil zakat dari seorang sebanyak
setengah dinar apabila orang tersebut memiliki 20 dinar dan beliau juga menganmbil satu dinar apabila
orang tersebut memiliki 40 dinar.[4]
Kelima, ulama
sepakat bahwa untuk zakat jenis unta jika seseorang sudah memiliki 5 ekor unta
maka wajib mengeluarkan zakat 1 ekor kambing baik kambing domba maupun kambing
jawa. Begitu pula dengan zakat kambing apabila mempunyai 201 ekor kambing maka
harus mengeluarkan zakat sebanyak 3 ekor kambing dan bila jumlah kambing
bertambah 100 ekor maka zakat yang dikeluarkan bertambah 1 ekor dan seterusnya.[5]
Keenam, dalam
kitab-kitab hadist seperti Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, Sunan
Ad-Daraquthni dan Al Muwaththa’ beberapa ulama hadist ini menyebutkan zakat mengenai hewan ternak sapi
yakni bila mana seseorang mempunyai 30 ekor sapi maka wajib mengeluarkan 1
ekor tabi’ ( anak sapi jantan berumur 1
tahun ) atau tabi’ah ( anak sapi betina berumur 1 tahun ) dan apabila memiliki
40 ekor sapi maka wajib mengeluarkan zakat 1 ekor musinnah ( sapi betina
berumur 2 tahun lebih ). Namun juga ada riwayat yang disampaikan oleh Sa’id bin
Al Musayyib, Abu Qalabah, Az-Zuhri, dan Qatadah, menyebutkan bahwa mereka
mewajibkan kepada setiap pemilik 5 ekor hingga 30 ekor sapi, zakat berupa 1
ekor kambing.[6]
Ketujuh, Firman
Allah SWT, “Ambillah zakat sebagian harta
mereka,” dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyuciakn mereka.” Zakat
ini dapat sebuah bukti tentang keimanan seseorang atau juga menyesuaikan
tentang kebenaran yang ditunjukan melalui batin seseorang dengan kebatinan yang
ditunjukan oleh zhahirnya. Lafadzh “tuthahirhumwatuzakiihimbiha”
( dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka ) adalah dua
kata keterangan untuk orang yang diajak berbicara atau orang kedua. Perkiraan
makna yang dimaksud adalah, ambillah zakat dari harta mereka sebagai penyucian
dan pembersihan diri mereka.[7]
Kedelapan, Firman Allah
SWT.
Èe@|¹ur öNÎgø‹n=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y™ öNçl°; 3 ª!$#ur ìì‹ÏJy™ íOŠÎ=tæ
“ Dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum asal ayat ini adalah perintah kepada para
imam atau pemimpin untuk mengambil zakat dari rakyatnya dan mendoakan orang
yang memberikan zakat itu agar memperoleh keberkahan.[8]
D. Korelasi Ayat
dengan Fenomena Ekonomi Kontemporer
1.
Pendapatan Negara adalah Fiskal
Besar kecilnya suatu pendapatan
negara erat kaitannya dengan kebijakan-kebijakan suatu negara dalam hal ini
adalah kebijakan fiskal. Pendapatan negara dalam kebijakan fiskal atau sumbr-sumber penerimaan pemerintah negara
untuk mendapatkan pada intinya dapat
digolongkan sebagai berikut:
a.
Pajak yaitu pembayaran iuran oleh rakyat kepada negara
atau pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa balas jasa yang secara
langsung dapat ditunjuk. Misalnya pajak pendapatan, pajak kekayaan, pajak
kendaraan bermotor, pajak penjualan, dan lain sebagainya.
b.
Retribusi yaitu suatu pembayaran dari rakyat kepada
pemerintah yang dapat diihat langsung
adanya hubungan antara balas jasa yang langsung diterima dengan adanya
pembayarn retribusi tersebut. Misalnya uang kuliah, rekening listrik, dan
sebagainya.
c.
Keuntungan dari perusahaan-perusahaan negara, misal
BUMN,BUMD dan sebagainya.
d.
Denda-denda dan penyitaan oleh negara
e.
Sumbangan masyarakat untuk jasa- jasa yang diberikan
oleh pemerintah.
f.
Percetakan uang kertas
g.
Hasil undian negara
h.
Pinjaman
i.
Hadiah atau hibah[9]
2.
Zakat sebagai Instrumen Fiskal dalam Islam.
Beberapa hal penting ekonomi Islam yang berimplikasi
bagi penentuan kebijakan fiskal adalah sebagai berikut:
a.
Mengabaikan keadaan ekonomi dalam ekonomi Islam, pemerintahan
Muslim harus menjamin bahwa Zakat dikumpulkan dari orang-orang Muslim yang memiliki harta melebihi nilai
minimum dan yang digunakan untuk maksud yang dikhususkan dalam kitab Suci
Al-Quran.
b.
Tingkat bunga tidak berperan dalam sistem ekonomi Islam.
Perubahan ini secara alamiah tidak hanya pada kebijakan moneter tetapi juga
pada kebijakan fiskal. Ketika bunga mencapai tingkat keseimbangan dalam pasar
uang tidak akan dapat dijalankan, beberapa alternatif harus ditemukan. Salah
satu alat alternatifnya adalah menetapkan jumlah darri uang idle.
c.
Ketika semua pinjaman dalam Islam adalah bebas bunga,
pengeluaran pemerintah akan dibiayai dari pengumpulan pajak atau dari bagi
hasil. Oleh karena itu ukuran public debt menjadi lebih kecil.
d.
Ekonomi Islam merupakan diupayakan untuk membantu atau
mendukung ekonomi masyarakat Muslim yang terbelakang dan menyebarkan
pesan-pesan ajaran Islam.
e.
Negara Islam merupakan negara yang sejahtera, dimana
kesejahteraan memiliki makna yang luas dari pada konsep Barat. Kesejahteraan meliputi aspek material
dan spiritual dengan lebih besar menekankan pada sisi spiritual. Negara Islam
menjamin kepemilikan harta, agama warga negara,kehidupan keturunan.
f.
Pada saat perang , Islam berharap orang-orang itu
memberikan tidak hanya kehidupannya, tetapi juga pada harta bendanya untuk
menjaga agama.
g.
Akhirnya, namun
hal ini yang sangat penting , hak perpajakan dalam negara Islam tidak tak
terbatas. Beberapa orang kebanyakan mengatakan bahwa kebijakan perpajakan
diluar apa yang disebut zakat, ini adalah tidak mungkin kecuali berada dalam
situasi tertentu.[10]
Persamaan Zakat dan Pajak
Zakat dan Pajak sama-sama dipungut dari harta kekayaan
yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum. Persamaan lainya adalah zakat
dan pajak digunakan untuk kepentingan sosial bukan untuk kepentingan pribadi.
Persamaan yang mendasar antara lain:
1.
Unsur paksaan
Seorang muslim yang memiliki harta
yang telah memenuhi persyaratan zakat, jika melalaikan atau tidak mau
menunaikannya, penguasa yang diwakili oleh para petugas zakat, wajib
memaksanya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT. QS At-Taubah(9) ayat 103
2.
Unsur pengelola
Pengelolaan zakat bukan dilakukan
secara individual melainkan melalui sebuah lembaga dalam hal ini adalah amil
zakat sehingga pelaksanaan sejalan dengan Firman Allah SWT. QS. At-Tauah ayat
60.
3.
Dari sisi tujuan
Zakat dan Pajak sebagai sumber dana
untuk mewujudkan suatu masyarakat adil
makmur yang merata dan berkesinambungan antara kebutuhan material dan spiritual.[11]
Zakat
sebagai Instrumen daam Kebijakan Fiskal mempunyai beberapa peranan :
a.
Zakat memainkan peranan penting dan signifikan dalam
distribusi pendapatan dan kekayaan.
b.
Zakat adalah sistem keuangan, ekonomi, sosial,
politik, moral dan agama sekaligus. Zakat adalah sistem keuangan dan ekonomi
karena ia merupakan pajak harta yang ditentukan.
c.
Zakat sebagai sistem sosial berfungsi menyelamatkan
masyarakat dari kelemahan. Zakat sebagai sistem politik , karena pada asalnya
negaralah yang mengelola pemungutan dan pembaginnya[12]
Pengaruh Zakat terhadap Ekonomi
adalah sebagai berikut:
a.
Pengaruh zakat pada usaha produktif
Dalam hal ini terdapat dua aspek
zakat yaiitu pengumpulan dan pengeluaran. Aspek pengumpulan mendorong orang
untuk mengembangkan hartanya kalau tidak ia terkena wajib zakat. Aspek
pengeluaran kepada lembaga-lembaga yang berhak menerimanya dengan demikian
penerima akan mengeluarkan kembali dalam bentuk konsumsi barang dan jasa sehingga
mempercepat arus produksi dan meningkatnya berproduksi.
b.
Pengaruh zakat dalam mengembalikan pembagian
pendapatan.
Berhasilnya zakat sebagai salah satu
cara mengembalikan distribusi kekayaan adalah karena zakat itu diwajibkan atas
segala macam harta yang tumbuh sehingga zakat itu bersifat menyeluruh dan
kaidah penerapannya luas.
c.
Pengaruh zakat atas kerja
Zakat dapat menggerakkan roda
perekonomian, pasalnya zakat diberikan kepada mereka yang tidak mampu berusaha,
artinya zakat diarahkan kepada kelompok dalam masyarakat yang konsumtif
sehingga menimbulkan bertambahnya permintaan barang dan kesempatan-kesempatan
kerja baru.[13]
Lima Aspek
Keunggulan Zakat dalam Perekonomian Makro:
a.
Penggunaan zakat sudah ditentukan secara jelas dalam
syariat dimana zakat hanya diperuntutkan untuk 8 golongan saja ( asnaf) daam
hal ini zakat akan lebih efektif mengentaskan kemiskinan karena alokasi dana
tepat sasaran ( self-trageted)
b.
Zakat memiliki tarif yang rendah karena sudah diatur
dalam syariat oleh karena itu penerapan zakat tidak akan menggangu insentif
investasi dan akan menciptakan transparansi kebijakan publik serta memberikan
kepastian usaha.
c. Zakat
memiliki tarif berbeda untuk jenis harta
yang berbeda dan mengizinkan keringanan bagi usaha yang memiliki tingkat
kesulitan produksi lebih tinggi.
d.
Zakat dikenakan pada basis yang luas dan meliputi
berbagai aktivitas perekonomian.
e.
Zakat mampu menjamin keberlangsungan program
pengentasan kemiskinan dalam waktu yang cukup panjang karena zakat adalah pajak
spiritual yang wajib oleh setiap muslim dalam kondisi apapun.[14]
Kesimpulan
Zakat merupakn instrumen fiskal yang
diambil oleh Negara demi tercapainya kebijakan-kebijakan fiskal yang telah
ditentukan sebagaimana Negara Indonesia dengan mayoritas penduduk umat muslim
menjadikan zakat sebagai pendapatan fiskal negara sesuai dengan syariat
mengenai zakat dalam hal ini QS. At-Taubah (9:103).
Daftar Pustaka
Buku
Al-Qurtubhi Syaikh Imam, Tafsir Al-Qurtubhi, penerjemah, Rosyadi
Budi dkk,- Jakarta: Pustaka Azzam,2008.
Nuruddin Ali, Zakat Sebagai Instumen dalam Kebijakan Fiskal ed.1 Jakarta; PT Raja
Grafindo Persada ; 2006.
Aziz
Abdul dan Ulfah Mariyah, Kapita Selekta
Ekonomi Islam Kontemporer; Alfabeta, cv; April 2010.
Muhammad,
Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam
Ekonomi Islam; penerbit Salemba Empat( PT Salemba Emban Patria), Jakarta;
2000.
[1] Tafsir
Al Qurtubhi/Syaikh Imam Al Qurtubhi; penerjemah, Budi Rosyadi,Fathurrahman,
Nashiulhaq;editor,M.Ikbal Kadir-Jakarta; Pustaka Azzam,2008 halaman 612-613.
[2] Ibid halaman 616-618.
[3] Ibid
halaman 618.
[4] Tafsir
Al Qurtubhi/Syaikh Imam Al Qurtubhi;
penerjemah, Budi Rosyadi,Fathurrahman, Nashiulhaq;editor,M.Ikbal Kadir-Jakarta;
Pustaka Azzam,2008 halaman 620-621.
[5] Ibid
621-622.
[6] Ibid
623-624.
[7] Tafsir
Al Qurtubhi/Syaikh Imam Al Qurtubhi;
penerjemah, Budi Rosyadi,Fathurrahman, Nashiulhaq;editor,M.Ikbal Kadir-Jakarta;
Pustaka Azzam,2008 halaman 625.
[8] Ibid
626.
[9] Ali Nuruddin, Zakat sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal,edisi
1 ,Jakarta; PT Raja Grafindo Persada 2006, halaman 88-89.
[10] Drs. Muhammad, M.Ag. Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Ekonomi
Islam, Penerbit Salemba Empat( PT Salemba Emban Patria) Jakarta,2000,
halaman 197.
[11] Ali Nuruddin, Zakat sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal,edisi
1 ,Jakarta; PT Raja Grafindo Persada 2006, halaman 29-32.
[12] Ali Nuruddin, Zakat sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal,edisi
1 ,Jakarta; PT Raja Grafindo Persada 2006, halaman 152-153.
[13] Abdul
Aziz, M.Ag dan Mariyah Ulfah, S.EI.
Kapita Seleekta Ekonomi Islam Kontemporer,
Alfabeta cv. April 2010 , halaman 82-83
[14]Abdul Aziz, M.Ag dan Mariyah
Ulfah, S.EI. Kapita Seleekta Ekonomi
Islam Kontemporer, Alfabeta cv.
April 2010 , halaman 83-84.