ZAKAT
SAHAM & OBLIGASI
Makalah ini diajukan
untuk memenuhi
salah
satu
tugas
pada Mata Kuliah
Fiqh Zakat
Dosen
Pengampu : Dr. Zawawi, M.A

Disusun Oleh :
1.
Zuwida
Syifa 2013113034
2.
Alief
Reza KC 2013113036
3.
Saadi 2013113037
4.
Daniati
Istifaroh 2013114340
KELOMPOK 7 KELAS B
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARIAH
JURUSAN
SYARIAH & EKONOMI ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN

KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT., karena kami dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Fiqh Zakat
tentang Zakat Saham & Obligasi. Selain itu tujuan dari penyusunan makalah
ini juga untuk menambah wawasan tentang pengetahuan zakat secara meluas.
Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Zawawi, M.A selaku dosen Fiqh
Zakat yang telah membimbing kami agar dapat menyelesaikan makalah ini. Akhirnya kami menyadari bahwa makalah
ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan
hati, kami menerima kritik dan saran agar penyusunan makalah selanjutnya
menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih dan semoga
karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.
Pekalongan,
April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
ii
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan
Masalah
1
BAB II PEMBAHASAN
2
A. Pengertian dan
Perbedaan Saham dan Obligasi
2
1. Saham
2
2. Obligasi
2
3. Perbedaan
Saham dan Obligasi
3
B. Pandangan & Landasan hukum zakat saham dan
obligasi
4
1.
Pandangan
mengenai zakat Saham
4
2.
Pandangan
hukum zakat obligasi
5
3.
Landasan
hukum zakat saham dan obligasi
6
C. Nishab dan kadar zakat saham dan obligasi
7
1.
Nishab
dan kadar zakat saham
7
2.
Nishab
dan kadar zakat obligasi
8
D. Studi Kasus zakat saham dan obligasi
9
1. Cara perhitungan zakat saham
9
2.
Cara
perhitungan zakat obligasi
10
BAB III KESIMPULAN
12
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Zakat sebagai salah satu kewajiban
seorang mukmin yang telah ditentukan oleh Allah SWT, mempunyai hikmah, dan
tujuan. Diantara hikmah tersebut tercermin dari urgensinya yang dapat
memperbaiki kondisi masyarakat, baik dari aspek moril maupun materiil, dimana
zakat dapat menyatukan anggotanya bagaikan sebuah batang tubuh, disamping juga
dapat membersihkan jiwa dari sifat kikir dan pelit, sekaligus merupakan benteng
pengaman dalam ekonomi Islam yang dapat menjamin kelanjutan dan kesetabilannya.
Di
zaman modern ini mengenal suatu bentuk kekayaan yanng diciptakan oleh kemajuan
dalam bidangb industri dan perdagangan dunia, yang disebut “Saham dan
Obligasi”. Saham dan obligasi adalah kertas berharga yang berlaku dalam
transaksi-transaksi perdagangan khusus yang disebut “Bursa kertas-kertas
berharga”. Kertas-kertas berharga ini oleh ahli-ahli keuangan diberi nama
“nilai terbawa” dan mengenakan pajak atas pendapatannya yang selalu mengalir,
disebut “Pajak pendapat atas nilai terbawa”, bahkan sebagian lain menghendaki
agar pajak juga dikenakan atas saham itu sendiri berdasarkan bahwa pajak adalah pajak atas kekayaan.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, tim penyusun membagi
dalam beberapa sub pembahasan, adalah sebagai berikut :
1. Pengertian
dan perbedaan Saham dan Obligasi
2. Pandangan
& Landasan hukum zakat saham dan obligasi
3. Nishab
dan kadar zakat saham dan obligasi
4. Studi
kasus zakat saham dan obligasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
& Perbedaan Saham dan Obligasi
1.
Saham
Secara
istilah saham adalah hak pemilikan tertentu atas kekayaan satu perorangan
terbatas atau atas penunjukan atas saham tersebut.[1]
Setiap lembar saham memiliki nilai tertentu yang sama, dan besarnya hak
kepemilikan seseorang atas harta perusahaan ditentukan oleh jumlah lembar saham
yang dimiliki.
Dalam
ensiklopedi indonesia disebutkan, bahwa saham adalah surat bukti yang
menyatakan bahwa seorang turut serta dalam suatu perseroan terbatas (PT).
Pemilik saham disebut persero, ia berhak atas sebagian laba yang dihasilkan
perusahaan yang dijalankan oleh PT yang bersangkutan.
2.
Obligasi
Obligasi adalah perjanjian tertulis dari bank,
perusahaan, atau pemerintah kepada pembawanya untuk melunasi sejumlah pinjaman
dalam masa tertentu dengan bunga tertentu pula.[2]
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa
obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan oelh emiten (bisa berupa badan
hukum atau perusahaan, bisa juga dari pemerintah) yang memerlukan dana
untuk kebutuhan operasional maupun ekspansi dalam mengajukan investasi yang
mereka laksanakan. Investasi dengan menerbitkan obligasi memiliko potensial
keeruntungan lebih besar dari produk perbankan. Keuntungan berinvestasi dengan
cara menerbitkan obligasi akan memperoleh bungan dan kemungkinan adanya capital
gain (keuntungan dari jual beli saham di pasar modal).[3]
3.
Perbedaan
Saham dan Obligasi
Secara
umum, perbedaan antara saham dan obligasi dapat dilihat dari tabel berikut[4] :
Saham
|
Obligasi
|
Bagian penyertaan
dalam modal dasar suatu PT Pemegang saham adalah emiten milik perusahaan.
|
Bukti pengakuan utang
/pinjaman uang dari masyarakat (publik). Pemegang obligasi adalah kreditor.
|
Penanam dana tidak
tebatas, jangka waktunya selama perusahaan masih beroperasi.
|
terbatas waktu
seperti jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang
|
Memberikan keuntungan
sesuai dengan keuntungan perusahaan atau Bank itu, akan tetapi juga
menanggung kerugiannya.
|
Memberikan keuntungan
tertentu (Bunga) atas pinjaman tanpa bertambah atau berkurang.
|
Resiko relative lebih
besar
|
Resiko relative lebih
kecil
|
Hak suara dalam rapat
pemegang saham turut menentukan kebijakan perusahaan
|
Hak pemegang obligasi
dalam rapat umum pemegang obligasi terbatas pada lahan pinjam saja
|
Dalam hal likuiditas
pemegang saham mempunyai klaim terahir
terhadap aset perubahan
|
Dalam hal likuiditas
pemegang obligasi mempunyai klaim untuk didahulukan terhadap pemegang saham
|
Dasar perikatan
ditentukan dalam anggaran dasar perusahaan
|
Dalam perikatan
ditentukan dalam perjanjian perwalian
|
Bagian dari harta
bank atau perusahaan.
|
Pinjaman kepada
perusahaan, bank atau Pemerintah.
|
B.
Pandangan
& Landasan Hukum Zakat Saham dan Obligasi
1.
Pandangan
Mengenai Zakat Saham
Salah
satu bentuk harta yang berkaitan dengan perusahaan dan bahkan berkaitan dengan
kepemilikannya adalah saham. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang
mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasional perusahaan. Pada
setiap akhir tahun, yang biasanya pada waktu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
dapatlah diketahui keuntungan (deviden) perusahaan, termasuk juga kerugiannya.
Pada saat itulah ditentukan kewajiban zakat terhadap saham tersebut.[5]
Syeikh
Abdul Rahman Isa mengemukakan dua
pendapat yang berkaitan dengan kewajiban zakat pada saham , kriteria wajib
zakat atas saham-saham perusahaan adalah perusahaan-perusahaan itu harus
melakukan kegiatan dagang, apakah itu disertai kegiatan industri maupun tidak. yaitu[6] :
a)
Pertama, jika
perusahaan itu merupakan perusahaan industri murni, artinya tidak melakukan
kegiatan perdagangan, maka sahamnya tidaklah wajib dizakati. Misalnya
perusahaan hotel, biro perjalanan, dan angkutan (darat, laut, udara). Alasannya
adalah saham-saham itu terletak pada alat-alat, perlengkapan, gedung-gedung,
sarana dan prasarana lainnya. Akan tetapi keuntungan yang ada dimasukan ke
dalam harta para pemilik saham tersebut, lalu zakatnya dikeluarkan bersama
harta harta lainya.
b)
Kedua, jika
perusahaan tersebut merupakan perusahaan dagang murni yang membeli dan menjual
barang-barang, tanpa melakukan kegiatan pengolahan, seperti perusahaan yang
menjual hasil-hasil industri, perusahaan dagang internasional, perusahaan
ekspor-impor, maka saham-saham atas perusahaan itu wajib dikeluarkan zakatnya.
Namun, menurut Yusuf Qardhawi bahwa
beliau memperlakukan perusahaan-perusahaan tersebut secara sama, bagaimanapun
bentuknya. Membedakan zakat pada jenis perusahaan adalah tindakan yang tidak ada
landasannya yang jelas dari Quran, sunnah, ijmak, dan qiyas yang
benar. Karena saham-saham baik pada yang pertama maupun yang kedua sama-sama
merupakan modal yang bertumbuh yang memberikan keeuntungan tahunan yang terus
mengalir, bahkan pada yang kedua keuntungan itu bisa lebih besar.[7]
2.
Pandangan
Hukum Zakat Obligasi
Untuk menentukan status hukum bermuamalah dengan
obligasi sebaiknya dilihat pembagian jenis obligasi tersebut. Terdapat 2 macam
obligasi yang sekarang kita kenal, yaitu obligasi konvensional dan obligasi
syariah.
a) Obligasi
Konvensional
Para ulama sepakat mengenai keharaman bermuamalah
dengan obligasi jenis ini karena sarat dengan unsur ribawi, namun kontroversi
justru terjadi pada hukum mengeluarkan zakatnya.
Obligasi sangat tergantung kepada bunga yang
termasuk kategori riba yang dilarang secara tegas oleh ajaran Islam. Meskipun
demikian, yang menarik adalah bahwa sebagian ulama‘ walaupun sepakat dengan
haramnya bunga tetapi mereka tetap menyatakan bahwa obligasi adalah satu objek
atau sumber zakat dalam perekonomian modern ini.
Pendapat pertama, mengatakan
bahwa zakat tidak wajib dikenakan atas obligasi dan bunga yang diperoleh,
karena mengandung unsur riba (bunga) yang diharamkan syara’. Oleh karena itu,
mengeluarkan zakat dari sesuatu yang haram hukumnya tidak sah.[8]
Pendapat kedua, agak moderat.
Pendapat ini mengatakan bahwa meskipun muamalah dengan obligasi konvensional
haram secara syara’, tidak berarti pelakunya dibebaskan dari zakat. Kepemilikan
si pembeli atas obligasi tersebut sah secara syara’ dan obligasi tersebut
merupakan harta produktif yang dapat diperjualbelikan dan memberikan keuntungan
bagi pemiliknya. [9]
Haramnya bunga tidak bisa dijadikan alasan untuk
membebaskan pemilik obligasi dari kewajiban membayar zakat, oleh karena mengerjakan
perbuatan terlarang tidak bisa
memberikan keistimewaan kepada yang mengerjakan.[10]
Muhammad Abu Zahrah[11]
menyatakan bahwa jika obligasi itu kita bebaskan dari zakat, maka akibatnya
orang lebih suka memanfaatkan obligasi dari pada saham. Dengan demikian, orang
akan terdorong untuk meninggalkan yang halal dan melakukan yang haram. Dan juga
bila ada harta haram, sedangkan pemiliknya tidak diketahui, maka ia disalurkan
kepada sedekah.
b) Obligasi
Syariah
Jika Obligasi tersebut adalah obligasi syariah, maka
hukumnya halal dan wajib dizakatkan, baik obligasinya maupun keuntungan yang
diperoleh. Obligasi syariah menggunakan akad Mudharabah, dengan
prosentase bagi hasil yang disetujui kedua belah pihak. Obligasi itu menjadi
wajib dikeluarkan zakatnya, apabila telah memenuhi persyaratan, yaitu Islam,
merdeka, milik sendiri, cukup haul (satu tahun) dan cukup nishab.
3.
Landasan
Hukum Zakat Saham & Obligasi
Dari sudut hukum, saham dan obligasi termasuk kedalam
harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kewajiban zakat ini akan lebih jelas dan
gamblang, apabila dikaitkan dengan nash-nash
yang bersifat umum, seperti dalam Q.S At-Taubah: 103 yang mewajibakan semua
harta yang dimiliki untuk dikeluarkan zakatnya.
õ‹è{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y‰|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.t“è?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgø‹n=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y™ öNçl°; 3 ª!$#ur ìì‹ÏJy™ íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan[[12]]
dan mensucikan[[13]]
mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”[14] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta
yang berlebih-lebihan kepada harta benda.
Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati
mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
Sedangkan
diantara dalil hadist adanya kewajiban zakat saham “Sayyidina ali telah meriwayatkan bahwa nabi saw bersabda: Apabila kamu
mempunyai (uang simpanan) 200 dirham dan telah cukup haul (genap setahun), maka
diwajibkan zakatnya 5 dirham. Dan tidak diwajibkan mengeluarkan zakat (emas)
kecuali kamu mempunyai 20 dinar dan telah cukup setahun, maka diwajibkan
zakatnya setengah dinar. Demikian juga kadarnya jika nilainya bertambah, dan
tidak diwajibkan zakat suatu harta kecuali genap setahun” (HR Abu Dawud)
Menurut Abu Zahrah saham wajib dizakatkan karena
saham adalah harta yang beredar dan dapat di perjual-belikan, dan pemiliknya
mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan tersebut.
C. Nishab dan Kadar Zakat Saham dan Obligasi
1.
Nishab
dan Kadar Zakat Saham
Saham dianalogikan pada zakat perdagangan, baik
nishab maupun ukurannya yaitu senilai 85
gram emas dan zakatnya sebesar 2,5%. Sementara itu muktamar internasional pertama tentang zakat (Kuwait,
29 Rajab 1404 H) menyatakan bahwa jika perusahaan telah mengeluarkan zakatnya
sebelum dividen dibagikan kepada pemegang saham, maka pemegang saham tidak
perlu lagi mengeluarkan zakatnya. Jika
belum mengeluarkan, maka tentu para pemegang sahamlah yang berkewajiban
mengeluarkan zakatnya. Dan hal ini harus dituangkan dalam peraturan perusahaan
agar tidak terjadi pembayaran zakat ganda.[15]
Apabila perusahaan itu belum mengeluarkan zakatnya,
maka si pemilik saham wajib membayar zakat dengan cara sebagai berikut :
Bila si pemilik bermaksud memperjualbelikan sahamnya,
maka volume zakat yang wajib dikeluarkan ialah sebesar 2,5% dari harga pasaran
yag berlaku pada waktu kekayaan mencapai haul seperti komoditas dagang
yang lain. Jika si pemilik hanya
mengambil keuntungan dari laba tahunan saham itu, maka cara pembayaran zakatnya
adalah sebagai berikut[16] :
a)
Jika ia bisa
mengetahui, melalui perusahaan yang mengeluarkan saham atau pihak lain, nilai
setiap saham dari total kekayaan yang wajib ia zakati, maka ia wajib membayar
zakatnya sebesar 2,5% dari nilai saham itu.
b)
Jika ia tidak
dapat mengetahuinya, maka ia harus menggabungkan laba saham tersebut dengan
kekayaan yang lain dalam penghitungan haul
dan nishab kemudian membayar zakatnya
sebesar 2,5%.
2.
Nishab
dan Kadar Zakat Obligasi
Mengenai nishab dan kadar zakat
obligasi ini terdapat dua pendapat dalam obligasi konvensional. Pendapat
pertama, Zakat wajib dikeluarkan atas harga atau nilai dari obligasi itu
sendiri dan bukan dari bunganya. Besarnya suku zakat adalah 2,5 persen yang
dikeluarkan setiap akhir tahun, beranalogi pada zakat komoditas perdagangan.
Sementara itu, bunga atau keuntungan yang diperoleh wajib disedekahkan semuanya
untuk fakir miskin atau kepentingan umum.[17]
Ini adalah pendapat Abdurrahman Isa, seorang pakar ekonomi Islam.
Pendapat kedua, yaitu pendapat Wahbah
al-Zuhaili, dimana zakat wajib atas obligasi dan bunganya sekaligus. Mekanisme
pengeluaran zakatnya adalah dengan menggabungkan nilai keduanya pada waktu
jatuh tempo dan dikeluarkan jika telah mencapai haul dan nishab
dengan suku zakat sebesar 10%, dianalogikan dengan zakat pertanian dan
perkebunan.[18]
Melihat kedua pendapat di atas,
agaknya pendapat pertama yang lebih tepat. Mengenakan zakat pada bunga yang
diperoleh tidak diperbolehkan, karena bunga tersebut tidak halal dan harus
dikeluarkan semuanya untuk fakir miskin atau kepentingan umum. Tetapi sejauh
pemilikan obligasi sah secara agama, maka zakatpun harus dikenakan atas
obligasi itu. Suku zakat 2,5 persen, dianalogikan dengan zakat komoditas
perdagangan.
Sedangkan besarnya suku zakat untuk
obligasi syariah adalah 2,5 persen pertahun (bila mencapai haul dan nishab),
dianalogikan pada zakat komoditi perdagangan.[19]
D. Studi Kasus
Zakat Saham dan Obligasi
1.
Cara
Penghitungan Zakat Saham
Contoh
1 :
Untuk menghitung simulasi saham :
Pak Yusuf memiliki saham PT Amanah
Setia 80.000 lembar dengan harga perlembar adalah Rp. 1.000 maka total Rp.
80.000.000,- dan deviden Rp. 200/lembar = 80.000 x 200 = Rp. 16.000.000.
Jadi total saham ditambah deviden =
80.000.000 + 16.000.000 = 96.000.000,- Karena harta Pak Yusuf lebih dari Nishab
(85 gram emas = Rp. 25.500.000,-) maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%
x 96.000.000,- = Rp. 2.400.000,- (wajib zakat).
Al-hasil, zakat saham perusahaan
dikenakan pada saham dan keuntungannya sekaligus karena dianalogikan dengan
perdagangan besarnya 2,5%, jika harta tersebut cukup nishab dan haul saat
itulah zakat wajib diwajibkan.
Contoh
lain:
Nyonya Fatimah
memiliki 500.000 lembar saham PT. Abdi Ilahi Rabbi. Harga nominal Rp.
5.000,00/lembar. Pada akhir tahun buku, setiap lembar saham memperoleh deviden
Rp. 3.00,00. Bagaimana perhitungan zakatnya?
Jawabannya
:
Nilai saham (book value)(500.000 x Rp.
5.000,-) = Rp. 2.5000.000.000,00. Deviden (500.000 x Rp 300,-) =
Rp.150.000.000,00. Total Rp. 2.650.000.000,00. Maka zakat yang harus
dikeluarkan adalah : 2,5% x Rp. 2.650.000.000,00 = Rp. 66.750.000,00.
2. Cara Penghitungan Zakat Obligasi
a. Obligasi
Konvensional
Pak Saadi memiliki obligasi PT.
Infrastruktur Jaya sebesar Rp 550.000.000
untuk proyek pembangunan pabrik baru. Bunga yang akan diberikan adalah 10% per
tahun dengan jangka waktu obligasi 10 tahun. Pada akhir tahun pertama.
Bagaimana perhitungan zakatnya?
JAWABAN :
Nilai Obligasi = Rp 550.000.000
Bunga 1 th =
10% x Rp 550.000.000 = Rp 55.000.000
Total kekayaan 1 th = Rp 550.000.00 + Rp 55.000.000
= Rp 605.000.000
Apabila bunga tidak
dihitung zakat. Maka, hanya dihitung nilai obligasinya, yaitu :
2,5% x Rp 550.000.000 =
Rp 13.750.000 yang wajib dizakatkan.
b. Obligasi
Syariah (sukuk)
Pak Saadi memiliki sukuk PT. Barokah Mulia sebesar Rp 550.000.000 untuk proyek
pengembangan produk. Bagi hasil yag disepakati adalah 60:40 per tahun dimana
60% untuk Pak Saadi, dengan jangka waktu sukuk 10 tahun. Pada akhir tahun
pertama. Bagaimana perhitungan zakatnya?
JAWABAN
:
Nilai
sukuk = Rp 550.000.000
Bagi
Hasil = 60:40
Apabila
Pendapatan setelah satu tahun Rp 100.000.000,
maka Bagi hasil untuk Pak Saadi sebesar 60% x Rp Rp 100.000.000 = Rp
60.000.000, maka zakat yang harus dikeluarkan adalah :
Nilai
sukuk + keuntungan = Rp 550.000.000 + Rp 60.000.000
= Rp
610.000.000
Nilai
zakat = 2,5% x Rp
610.000.000
= Rp
15.250.000
BAB III
KESIMPULAN
Saham adalah surat bukti bagi persero
dalam perseroan terbatas. Saham merupakan hak kepemilikan terhadap sejumlah
tertentu kekayaan suatu perusahaan terbatas (PT). Sedangkan obligasi adalah
surat bukti turut serta dalam pinjaman kepada perusahaan atau dalam
pemerintahan.
Mengenai perolehan gaji, saham dan obligasi, dalam
hukum Islam tetap dikenai zakat apabila sudah cukup haul dan nisabnya.
Zakat saham dan obligasi, ada ulama yang
berpendapat bahwa apabila perusahaan itu merupakan perusahaan murni tidak
melakukan kegiatan dagang, maka tidak wajib zakat kecuali apabila penghasilanya
digabungkan dengan harta kekayaan yang dimiliki. Dan adapula ulama yang
memandang bahwa saham dan obligasi sama dengan barang dagangan, maka zakatnya
sama dengan zakat barang dagangan yaitu 2,5%.
Sedang
mengenai obligasi yang mengandung unsur riba yaitu adanya perolehan bunga,
bahwa dapat disimpulkan haramnya bunga tidak bisa dijadikan
alasan untuk membebaskan pemilik obligasi dari kewajiban membayar zakat, oleh
karena mengerjakan perbuatan terlarang
tidak bisa memberikan keistimewaan kepada yang mengerjakan.
Diskuisi tentang bunga bank itu haram ataukah
tidak harus dianggap selesai. Tugas kita adalah terus menumbuhkembangkan
institusikeuangan alternatof yang bebas bunga yang sesuai dengan syariah
Islamiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama Republik Indonesia. 1983..Al-Quran dan
terjemahannya. Jakarta : Depag RI.
Fakhruddin. 2008. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Malang
: UIN Malang Press.
Hafidhuddin,Didin. 2002. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta
: Gema Insani.
Ismail, Syauqi. 1989. Penerapan
Zakat dalam Dunia Modern, terj. Anshori Umar Situnggal. Jakarta: Pustaka
Dian dan Antar Kota.
Manan,
Abdul. 2009. Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal
Syariah Di Indonesia. Jakarta : Kencana.
Qardawi,
Yusuf. 2006. Hukum Zakat. Terj. Salman Harun dkk. Jakarta :
PT.Pustaka Litera AntarNusa.
![]() |
[1] Yusuf Qardawi,
Hukum Zakat (Jakarta : PT.Pustaka Litera AntarNusa, 2006) diterjemahkan
oleh Salman Harun dkk., hlm. 490
[2] Ibid.
[3]
Abdul Manan, Aspek
Hukum Dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Di Indonesia (Jakarta
: Kencana, 2009) hlm. 118
[4] Ibid,
hlm. 106
[5] Didin
Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta : Gema Insani,
2002) hlm. 103
[6] Yusuf
Qardhawi, Op.cit, hlm. 492
[7] Ibid, hlm.
494
[8] Fakhruddin, Fiqh
dan Manajemen Zakat di Indonesia (Malang : UIN Malang Press, 2008) hlm.162
[9] Ibid.
[10] Yusuf
Qardhawi, Op.cit, hlm. 495
[11] Muhammad Abu
Zuhrah dalam : Penerapan Zakat dalam Dunia Modern, Syauqi Ismail, terj.
Anshori Umar Situnggal (Jakarta: Pustaka Dian dan Antar Kota, 1989) hlm.187
[12]Maksudnya:
zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan
kepada harta benda.
[13]Maksudnya:
zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan
memperkembangkan harta benda mereka.
[14] Q.S At-Taubah
: 103 dalam Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan terjemahannya (Jakarta
: Depag RI, 1983) hlm. 297
[15] Fakhruddin, Op.cit,
hlm. 158
[16] Ibid.
[17] Ibid. hlm.
162
[18] Ibid. hlm.
163
[19] Ibid.